BAGAIMANAPUN juga, ketika pertama kali orang tua mendaftarkan anaknya ke sebuah institusi pendidikan bernama sekolah, hal yang mungkin diingat saat itu ialah bertemu dengan sekumpulan anak yang terlihat senang bermanja-manja dibelakang pantat ibunya, apalagi melihat suasana sekolah yang masih asing.
Lalu ketika pelajaran dimulai, mereka sering melihat ke arah jendela untuk memastikan bahwa ibunya tidak pergi meninggalkan anaknya yang sedang belajar di kelas. Lalu diantara semua kelakuan mereka, tak perlu saya pungkiri, saya bagian dari anak yang melakukan hal tersebut. Termasuk, bersembunyi dibelakang pantat ibu saya karena merasa asing dengan keadaan sekitar sekolah di hari pertama.
Dan di hari pertama itu, setidaknya saya mulai memahami dan menjalani beberapa aturan untuk dapat menjadi seorang siswa cerdas. Ketika itu, ayah mulai memberlakukan waktu belajar malam dari selepas shalat Magrib hingga selesai program Dunia Dalam Berita di TVRI.
Setelah acara berita yang dipandu Max Sopacua itu, yang kini jadi anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, banyak tayangan-tayangan televisi yang dinantikan oleh masyarakat di sekitar rumah saya. Seperti misalnya. film si manusia banyak akal, McGyver, film Knight Rider dan banyak lagi.
Tapi saat itu, film-film favorit itu jarang saya lihat karena sudah pasti saya ketiduran selepas belajar dengan tumpukan buku bergambar hingga ensiklopedia yang sengaja ayah belikan untuk saya.
Kemudian saat Shubuh, saya terbiasa terbangun karena mendapat perintah untuk menjalankan sembahyang Shubuh. Sejujurnya bukan alasan itu saya bangun, tepatnya karena ibu saya sekitar pukul 04.30 sudah menyalakan radio khutbah KH Zaenudin MZ dengan volume 666 persen, otomatis semua yang ada di rumah bangun.
Tidak hanya itu, setelah semuanya bangun, mungkin maksud ibu saya ingin membuat penghuni rumah ini bersemangat menyambut pagi, setelah siaran khutbah KH Zaenudin MZ, ibu memutar kaset pita khasidahan yang judulnya "Perdamaian". Lagi-lagi dengan volume 666 persen.
Jika sudah begitu, setelah shalat shubuh, karena tidak mungkin tidur kembali, kamipun terjaga hingga pukul 06.00 pagi. Untuk urusan shalat Shubuh, keluarga kami memang cukup galak untuk memberi tahu anak-anaknya. "Jika tidak shalat, akan masuk neraka," kata ibu saya saat itu.
Bahkan hingga saya SMA dan kuliah setiap shubuh pasti selalu ada teriakan dari ibu saya untuk segera bangun dan shalat. Bahkan waktu SMA, dibangunkan seperti itu, saya pasti bangun, masuk ke WC, wudhu, masuk kamar, ya tidur lagi.
Sekarang, saat saya tidak tinggal lagi bersama mereka, kemudian dalam satu waktu saya pulang ke rumah dan nginap disana, teriakan teriakan itu masih selalu ada. Tapi sayangnya, karena saya tertidur pulas, teriakan untuk segera bangun dan shalat Shubuh itu, sama sekali tak saya dengar. Sekali lagi, karena saya tertidur pulas....
Komentar
Posting Komentar