SAYA masih menggunakan satu lapis jaket Barcelona ketika waktu di Cemoro Lawang menunjukkan pukul 20.00. Setidaknya, itu upaya untuk menantang dinginnya hawa Cemoro Lawang.
Nasi campur ditemani teh panas tawar menjadi menu makan malam saya di malam pertama di Cemoro Lawang.
Seorang pria asing menghampiri warung dan duduk di depan saya di warung tersebut. Rupanya rokok miliknya ketinggalan dan tanpa sungkan, dia meminta satu batang rokok milik saya. Belakangan, setelah berkenalan, dia bernama Unai, pria 33 tahun asal Spanyol.
"May I take your cigarette," kata Unai.
Setelah mengambil satu batang rokok milik saya, dia langsung menyerahkan uang Rp 5 ribuan. Namun, saya tolak dan saya mempersilahkan untuk mengambilnya.
Di tengah suasana dingin, dia membuka obrolan. Rupanya, dia pertama kalinya mengunjungi Indonesia. Dan Gunung Bromo, adalah tempat pertama di Indonesia yang ia kunjungi, berbekal dari buku Indonesian Travel Guides yang ia beli di Spanyol.
Ketika di dalam elf menuju Cemoro Lawang, kami memang sempat bersama. Saat itu, ketika baru tiba di gerbang masuk, ia bersama temannya sempat menemui masalah ketika membayar tiket.
Di gerbang masuk, ia bersama temannya dimintai uang Rp 75 ribu untuk masuk ke kawasan Taman Nasional Bromo Tengger. Sedangkan saya dan wisatawan domestik lainnya, hanya membayar Rp 35 ribu.
Ia mempermasalahkan hal itu karena di buku Indonesia Travel Guide, tiket masuk ke Bromo tertulis USD 35 namun ketika masuk, ia malah diminta Rp 75 ribu.Penjaga tiket menjelaskan bahwa harga Rp 75 ribu tersebut mulai berlaku sejak Juni 2013.
"It's ok for ticket. But, we are surprised because in book, these write is USD 35 and here, the fact is Rp 75 ribu," katanya.
Ia mengatakan, Agustus saat ini, di negaranya dan sebagian negara Eropa sedang musim panas. Hingga, membuat sebagian warganya pergi liburan. Dan Indonesia, kata Unai, jadi tempat menarik yang harus dikunjungi, terlebih lagi, Gunung Bromo yang membuat dia penasaran.
"This place is make me so curious. Many people talk about this place on internet or in lonely planet.com. And thats make me so interested to come here, this is the first place in Indonesia I've come," ujarnya.
Saya yang menggunakan jaket Barcelona, membuatnya bertanya pada saya. Apakah saya fans Barcelona atau Real Madrid. Saat itu, saya hanya bisa menjawab saya menyukai keduanya, kecuali Real Madrid ketika diarsiteki oleh Jose Mourinho.
Dia pun tertawa mendengar jawaban tersebut. "Hahaha, it's impossible. You should choose one of them," ujar Unai seraya tertawa.
Ya, bagaimanapun juga, saya memang menyukai Barcelona ketimbang Real Madrid. Dia pun mengaku sama, dia seorang fans berat Barcelona. Selain itu, ia juga berasal dari suku Catalonia di Spanyol, yang mayoritas mendukung Barcelona ketimbang Real Madrid.
"Real Madrid is so capitalism, more imprealism. And you see, Barcelona makes all player from bottom to up, like Messi. Real Madrid, yeaaah, their sell and they buy some player like a workers," ujar Unai.
Di tengah suasana dingin tersebut, ia bercerita mengenai kebanggaan dirinya sebagai suku Catalonia. Bahkan, ia menganggap bangsa Spanyol adalah sebagai bangsa penjajah bagi suku Catalonia.
"And Barcelona it seems like a symbol of struggle for me," katanya.
Usai perbincangan hangat di suasana yang dingin di Cemoro Lawang, ia sempat menanyakan asal saya dan bagaimana tempat saya tinggal. Saya sendiri bercerita saya tinggal di Bandung. Dan dia sendiri belum mengetahui Bandung.
Saya bercerita tentang Bandung, mulai dari budaya, fashion, wisata, kuliner dan lain sebagainya dari A sampai Z. Dia pun merasa tertarik dengan apa yang saya ceritakan.
"Wow, interesting. Maybe, before I'm going to Jakarta, I would like to visit Bandung," ujarnya.
Saat itu, jam sudah menunjukkan pukul 21.00. Bir bintang milik Unai, hanya tinggal setengah. Setelah berpamitan menuju penginapanya yang berseberangan dengan tempat penginapan saya, kami pun kembali ke kamar. Jaket Barcelona tidak cukup untuk menahan dingin. Kemudian, saya kembali menggunakan jaket tebal, celana panjang dan dua selimut untuk menahan dingin.
Pagi sekitar jam 4 shubuh, anak pak Santuso akan menjemput saya untuk berpetualang di Gunung Bromo.
Nasi campur ditemani teh panas tawar menjadi menu makan malam saya di malam pertama di Cemoro Lawang.
Seorang pria asing menghampiri warung dan duduk di depan saya di warung tersebut. Rupanya rokok miliknya ketinggalan dan tanpa sungkan, dia meminta satu batang rokok milik saya. Belakangan, setelah berkenalan, dia bernama Unai, pria 33 tahun asal Spanyol.
"May I take your cigarette," kata Unai.
Setelah mengambil satu batang rokok milik saya, dia langsung menyerahkan uang Rp 5 ribuan. Namun, saya tolak dan saya mempersilahkan untuk mengambilnya.
Di tengah suasana dingin, dia membuka obrolan. Rupanya, dia pertama kalinya mengunjungi Indonesia. Dan Gunung Bromo, adalah tempat pertama di Indonesia yang ia kunjungi, berbekal dari buku Indonesian Travel Guides yang ia beli di Spanyol.
Ketika di dalam elf menuju Cemoro Lawang, kami memang sempat bersama. Saat itu, ketika baru tiba di gerbang masuk, ia bersama temannya sempat menemui masalah ketika membayar tiket.
Di gerbang masuk, ia bersama temannya dimintai uang Rp 75 ribu untuk masuk ke kawasan Taman Nasional Bromo Tengger. Sedangkan saya dan wisatawan domestik lainnya, hanya membayar Rp 35 ribu.
Ia mempermasalahkan hal itu karena di buku Indonesia Travel Guide, tiket masuk ke Bromo tertulis USD 35 namun ketika masuk, ia malah diminta Rp 75 ribu.Penjaga tiket menjelaskan bahwa harga Rp 75 ribu tersebut mulai berlaku sejak Juni 2013.
"It's ok for ticket. But, we are surprised because in book, these write is USD 35 and here, the fact is Rp 75 ribu," katanya.
Ia mengatakan, Agustus saat ini, di negaranya dan sebagian negara Eropa sedang musim panas. Hingga, membuat sebagian warganya pergi liburan. Dan Indonesia, kata Unai, jadi tempat menarik yang harus dikunjungi, terlebih lagi, Gunung Bromo yang membuat dia penasaran.
"This place is make me so curious. Many people talk about this place on internet or in lonely planet.com. And thats make me so interested to come here, this is the first place in Indonesia I've come," ujarnya.
Saya yang menggunakan jaket Barcelona, membuatnya bertanya pada saya. Apakah saya fans Barcelona atau Real Madrid. Saat itu, saya hanya bisa menjawab saya menyukai keduanya, kecuali Real Madrid ketika diarsiteki oleh Jose Mourinho.
Dia pun tertawa mendengar jawaban tersebut. "Hahaha, it's impossible. You should choose one of them," ujar Unai seraya tertawa.
Ya, bagaimanapun juga, saya memang menyukai Barcelona ketimbang Real Madrid. Dia pun mengaku sama, dia seorang fans berat Barcelona. Selain itu, ia juga berasal dari suku Catalonia di Spanyol, yang mayoritas mendukung Barcelona ketimbang Real Madrid.
"Real Madrid is so capitalism, more imprealism. And you see, Barcelona makes all player from bottom to up, like Messi. Real Madrid, yeaaah, their sell and they buy some player like a workers," ujar Unai.
Di tengah suasana dingin tersebut, ia bercerita mengenai kebanggaan dirinya sebagai suku Catalonia. Bahkan, ia menganggap bangsa Spanyol adalah sebagai bangsa penjajah bagi suku Catalonia.
"And Barcelona it seems like a symbol of struggle for me," katanya.
Usai perbincangan hangat di suasana yang dingin di Cemoro Lawang, ia sempat menanyakan asal saya dan bagaimana tempat saya tinggal. Saya sendiri bercerita saya tinggal di Bandung. Dan dia sendiri belum mengetahui Bandung.
Saya bercerita tentang Bandung, mulai dari budaya, fashion, wisata, kuliner dan lain sebagainya dari A sampai Z. Dia pun merasa tertarik dengan apa yang saya ceritakan.
"Wow, interesting. Maybe, before I'm going to Jakarta, I would like to visit Bandung," ujarnya.
Saat itu, jam sudah menunjukkan pukul 21.00. Bir bintang milik Unai, hanya tinggal setengah. Setelah berpamitan menuju penginapanya yang berseberangan dengan tempat penginapan saya, kami pun kembali ke kamar. Jaket Barcelona tidak cukup untuk menahan dingin. Kemudian, saya kembali menggunakan jaket tebal, celana panjang dan dua selimut untuk menahan dingin.
Pagi sekitar jam 4 shubuh, anak pak Santuso akan menjemput saya untuk berpetualang di Gunung Bromo.
Komentar
Posting Komentar